Monday, September 7, 2020

BAB III ADAB KEPADA SAUDARA, TEMAN DAN TETANGGA

 ADAB KEPADA SAUDARA, TEMAN DAN TETANGGA

DALIL PERINTAH BERADAB ISLAMI KEPADA SAUDARA, TEMAN, DAN TETANGGA

Secara aqli, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa melibatkan orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia tentu memerlukan orang lain, baik saudara, teman, dan tetangga. Sesama saudara, teman, dan tetangga perlu menjalin hubungan yang baik (adab) dengan cara saling menyayangi, menghormati, dan menghargai agar tercapai hidup rukun, damai, aman, dan sentosa. 

Saudara adalah orang yang masih memiliki hubungan kerabat dengan kita. Sampai garis keturunan ketujuh masih dikatkan saudara (kerabat) meskipun ada yang disebur saudara dekat dan ada yang disebut saudara jauh. Kadang kita mendengar ada saudara kandung, saudara sepupu, saudara tiri, saudara sepersusuan, saudara se-bani Adam, saudara se-umat Muhammad Saw., saudara se-bangsa dan sebagainya. Pada dasarnya kita sama-sama saudara. 

Teman adalah orang yang pernah bergaul dengan kita, ada di sekitar kita, dan sering bertemu dengan kita. Maka kita kenal ada teman sewaktu kecil, teman sekolah, teman se-kantor, teman berorganisasi, teman kerja, dan sebagainya. Pada hakekatnya kita adala berteman. Bahkan teman tak pandang suku, bangsa, dan agama

Tetangga adalah orang yang rumahnya/ tempat tinggalnya dekat dengan rumah kita. Jika tetangga masih satu RT (Rukun Teangga) dengan kita disebut tetangga dekat. Jika satu RW (Rukun Warga) disebut tetangga agak jauh. tetangga jauh. Ada tetangga se-desa, tetangga se-kecamatan, dan sebagainya, tergantung seseorang berada di mana dia menyebut sebutan. tetangganya. 

Adab bergaul dengan saudara, teman, dan tetangga hendaklah selalu dijaga. Teman dan tetangga hakekatnya saudara kita juga. Apalagi tetangga yang rumahnya ada disekitar rumah kita, mereka adalah saudar dekat kita. 

Dalil berbuat baik pada saudara, teman, dan tetangga adalah

Q.S. An-Nisa’ ayat 36:

وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri

Al-Hadis :

خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ، وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ

Sebaik-baik teman di sisi Allah Swt. adalah yang paling baik kepada teman-temannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah Swt. adalah yang paling baik kepada tetanggganuya”.(HR. Tirmidzi)


 BENTUK/ CIRI-CIRI ADAB ISLAMI KEPADA SAUDARA, TEMAN, DAN TETANGGA

Bentuk/ ciri-ciri adab islami kepada saudara, teman, dan tetangga maksudnya adalah sikap-sikap atau perilaku yang selayaknya dilakukan kepada saudara, teman, dan tetangga. Saudara, teman, dan tetangga adalah serangkaian orang-orang yang pada hakekatnya sama-sama saudara kita tetapi dalam bentuk/ ciri-ciri yang berbeda. Mereka memiliki hak yang sama sebagai saudara dan anggota masyarakat meskipun 
.kapasitas mereka berbeda. Maksud kapasitas di sini adalah peran dan tanggung jawab

Ciri-ciri adab islami kepada saudara antara lain

1. Menjalin silaturrahmi antar saudara 

Sesibuk apapun yang namanya saudara sudah sewajarnya saling menjalin siturrahmi antar saudara. Terutama saudara yang rumahnya dekat agar saling mengunjungi tanpa ada pamrih mencari keuntungan sendiri, misalnya mau betandang ke rumah saudara jika diberi uang, mendapat hutangan (tanpa memikirkan membayarnya), meminjam barang-barang (tanpa memikirkan mengembalikannya), dan lain sebagainya

 

2. Saling perhatian dan kasih sayang
Pengertian perhatian kepada saudara adalah mau membantu saudara di saat saudara membutuhkan bantuan baik berupa materi, tenaga, dan pikiran. Pengertian kasih sayang kepada saudara adalah bersedia mendengarkan keluh kesah saudara di saat saudara mengalami kesulitan hidup atau memiliki masalah dan berusaha membantu dengan rasa ikhlas tanpa ada pamrih sedikitpun. Saudara yang baik adalah saudara yang selalu membantu saudaranya dari pada saudara yang selalu meminta bantuan kepada saudaranya. Maka berbahagialah bagi kita yang diberi kesempatan dapat membantu saudaranya. Ibaratnya “ Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah”

3. Menjaga nama baik keluarga
Berbicara saudara tidak lepas dari keluarga. Terbentuknya keluarga karena adanya para saudara, baik saudara kandung maupun saudara tidak kandung. Oleh karenanya salah satu adab islami kepada saudara adalah menjaga nama baik keluarga yang semestinya dilakukan oleh anggota keluarga itu sendiri alias para saudara. Dengan menjaga nama baik keluarga berarti menjaga nama baik saudara.

4. Menjauhi sifat permusuhan kepada saudara
Saudara adalah keluarga dan keturunan kita, sudah barang pasti dijaga kerukunan di antara saudara. Jika kita memiliki saudara yang suka permusuhan (hanya memandang sisi negatif kita saja), suka negatif thinking kepada kita, suka mencela karena merasa tidak puas dengan pemberian kita, suka menuntut kita agar memenuhi apa yang dimintanya, iri dengki dengan kesuksesan kita, dan lain-lain sebab yang sifatnya permusuhan, maka abaikan saja. Di situlah Allah SWT sedang menguji kesabaran kita. Bukankah Allah SWT selalu bersama orang-orang yang sabar?

5. Menjaga perasaan saudara
Menjaga perasaan saudara maksudnya jangan sampai menyinggung perasaan saudara karena persoalan sepele apalagi sampai menyakiti hatinya. Hati-hati dalam berbicara, bersikap, dan berperilaku terhadap saudara agar perasaan saudara kita tetap nyaman kepada kita adalah cermin adab islami kepada saudara yang tdak boleh diremehkan. Mengalah terhadap saudara dalam persoalan yang tidak prinsip penting pula dalam menjaga perasaannya. Sikap-sikap lainnya seperti selalu tersenyum kepada saudara dan menunjukkan rasa perhatian kepadanya juga tidak kalah penting dalam menjaga perasaan saudara kita. Bukanlah saudara itu orang yang paling dekat dengan kita dibanding teman dan tetangga? Sehingga kita sering mendengar “Teman yang baik seperti saudara kita, dan tetangga adalah saudara dekat kita”.

Bentuk/ Ciri-Ciri Adab kepada Teman 

Selain kepada saudara, kita juga dianjurkan beradab kepada teman. Teman yang baik dapat mempengaruhi kita ke arah kebaikan. Maka bertemanlah dengan orang-orang yang baik jika kita ingin menjadi orang yang baik. 
Ciri-ciri beradab islami kepada teman di antaranya: 
1. Menciptakan suasana aman dan nyaman dalam berteman 
2. Suka membantu teman 
3. Membawa kebaikan dalam pergaulan 
4. Menganggap teman sebagai One Team One Aim (Satu Tim Satu Tujuan) 
5. Menanamkan sifat mengalah  
 

Bentuk/ Ciri-Ciri Adab kepada Tetangga 

Tetangga yang baik sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat agar tercipta lingkungan hidup yang rukun, aman, nyaman, dan damai (harmonis). Ciri-ciri beradab islami kepada tetangga sebagai berikut: 
1. Menerapkan “5S” (Sapa, Salam, Senyum, Sopan, dan Santun) 
2. Menjaga kerukunan dan keamanan 
3. Menganggap tetangga dekat sebagai saudara 
4. Saling silaturrahmi 
5. Selalu berprasangka baik 
6. Selalu membuka pintu maaf 
7. Menanamkan sifat mengalah 

CARA-CARA MEMBIASAKAN DIRI BERADAB ISLAMI KEPADA SAUDARA, TEMAN, DAN TETANGGA 

Setelah kita mengetahui ciiri-ciri adab islami dalan bentuk sikap dan perilaku yang baik terhadap saudara, teman, dan tetangga, sekarang tibalah memahami cara-cara membiasakan beradab islami kepada saudara, teman, dan tetangga. Cara-cara itu sebagai berikut: 
1. Menyadari setiap orang Islam adalah saudara orang Islam yang lain
2. Mempercayai bahwa saudara ibarat bagian tubuh kita jika satu bagian tubuh sakit maka seluruh tubuh ikut sakit 
3. Memberi perhatian kepada saudara, teman, dan tetangga 
4. Menjaga sopan santun dan perasaan saudara, teman,dan tetangga 
5. Menggali ilmu (pegetahuan) tentang pentingnya beradab kepada saudara, teman, dan tetangga, terutama ilmu agama. 
6. Suka membantu terutama saat mereka membutuhkan 
7. Saat-saat tertentu jika ada rezeki lebih, bagi-bagi rezeki secara adil dan merata. 
8. Lebih banyak mengulurkan tangan kepada tetangga yang kurang mampu. 
9. Mengajak ke jalan Allah Swt.

HIKMAH BERADAB ISLAMI KEPADA SAUDARA, TEMAN, DAN TETANGGA

Segala sesuatu yang ditanam baik maka akan menuai hasil yang baik pula. Beradab baik dan islami terhadap saudara, teman, dan tetangga, maka mereka akan memperlakukan baik pula kepada kita. Hikmah beradab islami kepada saudara, teman, dan tetangga antara lain: 
1. Dapat tercipta suasana kekeluargaan persahabatan, dan hidup bertetangga yang rukun dan damai 
2. Selalu menjaga ajaran Allah Swt. dan rasul-Nya dan mengamalkannya 
3. Terwujud lingkungan nyaman dan islami 
4. Terjalinnya kerukunan antar saudara, teman, dan tetangga 
5. Memperkecil adanya sifat su’udzan antar saudara, teman, dan tetangga 
6. Suasana saling menghormati dan saling menghargai lebih terasa 
7. Memperbanyak orang yang semakin meningkat ketakwaannya kepada Allah Swt.

BAB III (bag. 1) SHALAT FARDLU LIMA WAKTU SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN

 SHALAT FARDLU LIMA KALI

Pengertian Shalat Fardlu

Secara bahasa, shalat adalah berso’a atau doa meminta kebaikan. Menurut istilah, shalat merupakan semua perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat yang diwajibkan sebanyak lima kali seharisemalam, yang biasa kita kenal dengan nama shalat Subuh, Dluhur, Ashar, Maghrib, dan shalat Isya’. 

Shalat fardlu wajib hukumnya bagi setiap orang muslim, baik laki-laki dan perempuan yang berakal dan telah memasuki masa baligh. Shalat fardlu belum wajib bagi anak laki-laki dan perempuan yang masih kecil. Namun, jika anak sudah berumur tujuh tahun, hendaklah mulai diperintah mengerjakan. Jika sudah mencapai umur 10 tahun, hendaklah dipukul dengan tangan dan tidak boleh menggunakan alat seperti kayu, jika anak tersebut tidak mau mengerjakan shalat.

Seluruh umat Islam diwajibkan melaksanakan shalat lima kali sehari semalam. Tidak ada shalat lain yang diwajibkan kecuali karena nadzar dan shalat yang menempati kedudukan salah satu dari lima waktu, seperti shalat Jum’at.

Dasar Hukum Perintah Shalat Fardlu

Shalat fardlu merupakan rukun Islam yang kedua setelah membaca dua kalimah syahadat. Bahkan shalat menjadi penanda untuk membedakan antara orang yang kafir dan muslim. Oleh karena pentingnya kedudukan shalat bagi setiap muslim, banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menegaskan perintah untuk melaksanakannya

a.  (QS. AlBayyinah (98): 5)

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ  ٥

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

 b. (QS. Al-Hajj (22): 78)

فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعۡتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ مَوۡلَىٰكُمۡۖ فَنِعۡمَ ٱلۡمَوۡلَىٰ وَنِعۡمَ ٱلنَّصِيرُ  

“Maka laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada agama Allah. Dialah pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong

c. (QS. An-Nisa’ (4): 103)

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا  

Sesungguhnya shalat bagi orang-orang mukmin adalah kewajiban yang sudah ditentukan waktunya

Syarat Wajib dan Syarat Sah Shalat

Tahukah kita, apakah persamaan dan perbedaan syarat wajib dan syarat sah shalat fardlu? 

Syarat wajib merupakan ketentuan-ketentuan yang berakibat pada diwajibkannya melaksanakan shalat. Tidak terpenuhinya salah satu persyaratan akan menggugurkan hukum wajibnya shalat. Bagi yang belum memenuhi persyaratan, ada dua hukum bila tetap melaksanakan shalat, yaitu tetap sah shalatnya dan tidak sah shalatnya.
1. Beragama Islam baik laki-laki maupun perempuan. 
2. Telah memasuki akil baligh, namun bagi anak-anak yang melaksanakan tetap sah shalatnya, selama sudah mumayyiz (mampu membedakan). 
3. Tidak hilang akalnya karena gila, pingsan, terkena obat bius, atau mengkonsumsi sesuatu yang memabukkan. 
Akibat hukumnya: 
Orang gila (tidak terkena dosa jika meninggalkan shalat, tetapi jika sembuh disunnahkan mengqadla (mengganti) shalat-shalat yang ditinggalkan. 
Orang pingsan (tidak terkena dosa jika meninggalkan shalat, tetapi jika siuman disunnahkan mengqadla (mengganti) shalat-shalat yang ditinggalkan. 
Orang terfek obat bius (tidak terkena dosa jika meninggalkan shalat, tetapi jika siuman disunnahkan mengqadla (mengganti) shalat-shalat yang ditinggalkan. 
Orang mabuk (terkena dosa jika meninggalkan shalat, tetapi jika siuman diwajibkan mengqadla (mengganti) shalat-shalat yang ditinggalkan.
Contoh lain
1. Anak kecil belum terkena kewajiban melaksanakan shalat, karena syarat yang mewajibkannya tidak terpenuhi. Namun, shalat yang dilakukannya tetap sah, selama suci dari najis dan hadast. 
2. Perempuan yang sedang haidh tidak terkena kewajiban dan haram melaksanaan shalat. Jika tetap melaksanakannya, maka shalatnya tidak sah.

Syarat sah adalah ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan shalat. Tidak terpenuhinya salah satu persyaratan, maka akibatnya shalatnya tidak sah.
1. Beragama Islam baik laki-laki maupun perempuan. 
2. Mumayyiz (dapat membedakan antara sesuatu yang bersih dan kotor, baik dan buruk, menguntungkan dan merugikan, dan seterusnya).
 3. Tidak hilang akalnya. 
4. Masuk waktu shalat 
5. Suci dari hadats kecil dan besar. 
6. Suci dari najis baik mukhaffafah, mutawassithah dan mughaladlah. 
7. Menutup aurat 
8. Menghadap arah kiblat. 
9. Berniat. 
10. Tertib sewaktu menunaikan shalat. 
11. Muwalah (tidak terputus-putus dalam melaksanakan setiap rukun shalat). 12. Tidak berbicara kecuali yang berkaitan dengan bacaan-bacaan dalam shalat. 
13. Tidak banyak melakukan gerakan yang tidak berkaitan dengan shalat. 
14. Tidak  makan dan minum

Jika kita bandingkan, terdapat ketentuan yang menjadi syarat wajib dan sekaligus syarat sahnya shalat, seperti beragama Islam dan tidak hilang akalnya. Terdapat pula ketentuan yang hanya menjadi syarat wajibnya shalat atau sebaliknya. Contohnya, menutup aurat, menghadap kiblat, dan lain-lain hanya menjadi syarat sah shalat saja. Sedangkan telah memasuki masa baligh hanya merupakan syarat wajibnya shalat semata.

Perkara-Perkara Yang Membatalkan Shalat

1. Datangnya hadats kecil maupun besar ditengah-tengah shalat. 
2. Menempelnya najis yang tidak dapat dimaafkan pada badan, pakaian, dan tempat shalat, kecuali langsung disingkirkan. 
3. Mengeluarkan ucapan lebih dari dua huruf dengan sengaja untuk berbicara atau satu huruf, namun sudah bisa dipahami. Contoh: Jangan berdiri!, “duduk!”, dan seterusnya. 
4. Tertawa lebar ketika dalam shalat. 
5. Makan dan Minum meskipun hanya sedikit. 
6. Murtad ketika dalam shalat. 
7. Gila ketika dalam shalat. 
8. Berpaling dari arah kiblat. 
9. Tersingkapnya pakaian, sehingga terbuka aurat. 
10. Meringkas rukun shalat, seperti ruku’ dan i’tidal dijadikan satu sehingga dari ruku’ langsung sujud.
 11. Ragu terhadap niat yang telah dilakukan, misalnya, dhuhur atau ashar. 
12. Mengubah niat dari shalat fardhu menjadi shalat lainnya, misalnya, shalat dhuhur niatnya diganti dengan shalat gerhana matahari. 
13. Niat keluar dari shalat sebelum sempurna semua rukun-rukunnya. 
14. Bimbang dalam shalatnya, apakah akan meneruskan atau membatalkannya. 
15. Menggantungkan pembatalan shalat pada suatu perkara. Contoh, dalam shalat mengatakan “jika haidh datang, saya akan membatalkan shalat”. 
16. Sengaja meninggalkan salah satu rukun shalat. 
17. Sengaja mengulang-ulang rukun dengan tujuan bersenda gurau. 
18. Mencampur aduk rukun shalat, contoh mendahulukan rukun tertentu dan mengakhirkan yang lain di laur ketentuan. 
19. Bermakmum pada orang yang shalatnya tidak sah, seperti kepada orang kafir. 
20. Sengaja memanjangkan rukun yang pendek. 
21. Mendahului atau tertinggal dua rukun yang berupa perbuatan (fi’li) yang dilakukan imam tanpa udzur. 
22. Mengucapkan salam sebelum waktunya. 
23. Mengucapkan takbiratul ihram kedua kalinya dengan niat memperbaruhi shalat. 
24. Dengan sengaja kembali duduk tasyahud awal pada saat sudah dalam kondisi berdiri.