Thursday, July 23, 2020

BERSUCI BAB I BAGIAN 2

Air Ditinjau Dari Hukum Pengunaannya
1. Air Suci dan Mensucikan
Air yang suci dan mensucikan dapat digunakan untuk menghilangkan najis maupun hadats. Selain itu, kategori air ini juga dapat digunakan keperluan dalam pelaksanaan amal perbuatan yang disunnahkan, seperti mandi untuk melaksanakan shalat Jum’at, shalat dua hari raya, dan bentuk-bentuk ibadah lainnya. 
Selain untuk memenuhi kebutuhan berbiadah kepada Allah SWT, air Suci dan mensucikan juga dapat digunakan untuk keperluan yang mubah hukumnya, seperti memasak, minum, mandi, mencuci pakaian, menyiram tanaman dan lain sebagainya. 
Dalam situasi tertentu, penggunaan air suci dan mensucikan memiliki hukum penggunaan yang berbeda: 
Dilarang (Haram): 

(a) Menggunakan air suci dan mensucikan milik orang lain, sedangkan pemiliknya tidak mengizinkannya; 

(b) Bila air dialirkan untuk kepentingan umum, maka air yang terdapat dalam tempat aliran khusus untuk minum juga haram dipergunakan; 

(c) Pemakaian air akan berakibat membahayakan bagi pemakainya, seperti sakitnya menjadi lebih parah; 

(d) Air dalam kondisi sangat panas atau dingin, sehingga membahayakan pemakainya; dan 

(e) pemakaian air pada saat terdapat binatang yang haus dan statusnya dilingdungi (tidak boleh di bunuh) menurut ketentuan fikih.

Tidak Dianjurkan (Makruh): 
(a) air yang sangat panas atau dingin, namun tidak sampai membahayakan anggota tubuh. Mengapa tidak dianjurkan+ karena dapat: (1) menghilangkan atau mengurangi kekhusyu’an orang yang berwudhu, (2) membuat pelakunya gelisah dengan pedihnya panas atau dingin, dan (3) menyebabkan tergesa-gesa untuk mengkhiri pemakaiannya. 

2. Air Suci namun Tidak Mensucikan
Hukum penggunaan air suci namun tidak mensucikan dapat klasifikasikan menjadi dua: Air Suci yang bercampur dengan benda suci: Apabila benda lain yang bercampur dengan air dapat merubah salah satu dari keseluruhan dari tiga sifatnya (warna, rasa, bau), maka air tersebut hanya boleh dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang lazim di tengah-tengah masyarakat. Namun, air tidak boleh pergunakan membersihkan najis maupun hadats. 
Contoh: kandungan air dalam minyak wangi tetap suci dan oleh karena itu, minyak wangi dapat dioleskan ke badan atau pakaian yang akan dipergunakan shalat dan melaksanakan ibadah lainnya. Penggunaannya harus berdasarkan kelaziman masyarakat, sehingga tidak diperbolehkan penggunaan minyak wangi untuk pemenuhan kebutuhan air minum. Air yang bercampur dengan sabun cuci atau air bekas cucian dapat di gunakan untuk mencuci benda lainnya.  ingat..!! hanya untuk mencuci barang yang suci bukan barang yang najis, seperti piring yang kotor sebab makanan itu hukumnya suci walaupun kotor atau baju yang kotor tapi tidak terkena najis. Tetapi air bekas cucian atau bercampur dengan sabun tidak bisa mensucikan barang yang najis.
Apabila air yang bercampur dengan benda suci dan tidak merubah salah satu atau ketiga sifatnya, maka hukum penggunaannya sama dengan air suci yang mensucikan.

Air Suci dalam jumlah sedikir yang telah dipakai membersihkan najsi atau hadats (musta’mal): Jika volume air lebih dari dua kullah, maka hukum air adalah suci dan mensucikan. 
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَىْءٌ 
Artinya: ”Apabila air mencapai dua kullah, maka ia tidak akan najis” (HR. Asy-Syafi’i, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi). 

Jika volume air kurang dari dua kullah, maka air musta’mal hanya boleh digunakan pemenuhan kebutuhan yang mubah, seperti menyiram tanaman, mencuci sepeda motor, mobil, dan seterusnya. Air ini tidak diperbolehkan untuk membersihkan najis atau hadats. 
Air Suci dari tumbuhan maupun buah-buahan:
 Air yang ada di dalamnya tidak diperbolehkan untuk menghilangkan najis dan hadats. Oleh karena tetap suci, maka air yang dikandung oleh seluruh jenis tumbuhan maupun buah-buahan diperbolehkan untuk keperluan yang mubah, seperti minum akibat kehausan.

3. Air Mutanajjis 
Hukum menggunakan air yang mutanajjis dapat dikategorikan menjadi dua bagian: 
a) Air suci dan mensucikan dalam jumlah sedikit volumenya yang terkena najis, maka hukumnya tidak diperbolehkan untuk membersihkan najis maupun hadats. Hukum ini berlaku secara umum, baik sifat-sifat air yang terkena najis berubah atau tidak berubah. 
b) Air suci dan mensucikan dalam jumlah lebih dari dua kullah terkena najis yang tidak berubah salah satu dari ketiga sifat-sifatnya, maka hukumnya adalah tidak najis, sehingga dapat dipergunakan membersihkan najis dan hadats.
Air suci dan mensucikan dalam jumlah lebih dari dua kullah terkena najis yang menjadi berubah salah satu dari ketiga sifat-sifatnya, maka hukumnya adalah najis, sehingga tidak boleh dipergunakan menghilangkan najis atau hadats.


ALAT-ALAT BERSUCI SELAIN AIR
1. Batu sebagai Alat Bersuci 
Bersuci dengan batu tidak hanya sekadar membersihkan sisa kencing atau berak. Oleh karena itu, penggunaan batu agar hasilnya bersih dan sekaligus mensucikan maka harus dipenuhi syarat-syaratnya. Cermati syarat-syarat berikut ini!

1. Menggunakan Tiga Buah Batu Jika tidak menemukan tiga buah batu, diperbolehkan menggunakan satu batu yang memiliki tiga sisi. Kebersihan menjadi alat ukur penggunaan tiga atau satu batu dengan tiga sisi tersebut. Oleh karena itu, selama kotoran masih menempel wajib membersihkannya kembali, meskipun telah empat batu digunakan. 

2. Batu Yang Digunakan Dapat Membersihkan Batu yang dipakai tidak terlalu datar dan runcing sehingga benar-benar dapat membersihkan kotoran di sekitar tempat keluarnya. 

3. Belum Mengering Kencing maupun berak yang hendak disucikan harus dalam keadaan belum mengering, sehingga sisa-sisa yang melekat benar-benar dapat dibersihkan. 

4. Belum Berpindah Kotoran masih menempel di tempatnya semula dan jika telah bergeser akibat digaruk tanpa sengaja atau sebab lainnya, maka tidak diperbolehkan menggunakan batu untuk mensucikannya. 

5. Tidak Bercampur Kotoran yang melekat tidak bercampur dengan kotoran lainnya, seperti berak yang terkena percikan air kencing. Jika yang bercampur adalah benda-benda padat yang suci seperti kerikil maka tetap diperolehkan menggunatan batu untuk bersuci. 

6. Tidak Meluber Orang yang terkena diare biasanya, sisa kotoran sampai menempel ke permukaan bokong atau menempel di dua dinding dubur akibat berdiri setelah buang air besar. Kotoran sudah masuk kategori meluber sehingga tidak diperbolehkan menggunakan batu untuk bersuci. Begitu pula kencing yang meluber hingga keluar ujung kemaluan juga boleh lagi menggunakan batu. 

7. Batu Dalam Keadaan Tidak Basah Batu yang terkena air, embun atau air es yang mencair ketika hendak digunakan. Meskipun air yang membasahinya berupa suci dan mensucikan tidak boleh batu yang basah digunakan bersuci. 

8. Batu Dalam Keadaan Suci Tidak boleh batu yang terkena najis atau tertempel najis digunakan untuk mensucikan. Penggunaan batu najis akan membuat anggota tubuh yang tertempel kencing maupun berak semakin najis keadaannya. 

2. Menggunakan Benda Padat Selain Batu
Dalam kondisi tidak ada air yang suci dan mensucikan dan batu sebagai alat bersuci maka diperbolehkan mensucikan kencing atau berak dengan menggunakan benda-benda lainnya. Dengan tujuan mewujudkan kemashlahatan, hukum fikih memperbolehkan melakukan analogi (qiyas) yang menghasilkan kesimpulan ada tidaknya pengganti batu sebagai alat bersuci. 
Analogi (qiyas) adalah menentukan hukum yang belum diketahui sebelumnya terhadap benda tertentu 
(1) dengan menyandarkan pada benda lain yang sudah jelas hukumnya
(2), karena adanya sesuatu yang menyatukan keduanya 
(3). 1. Benda yang belum diketahui hukumnya sebelumnya adalah seluruh benda yang boleh atau tidak boleh digunakan sebagai pengganti batu untuk bersuci (far’un). 2. Benda yang telah diketahui hukumnya adalah diperbolehkannya batu sebagai alat bersuci (ashlun). 3. Sesuatu yang menyatukan dapat berupa sifat yang menjadi motif dalam menentukan hukum atau kriteria yang dimiliki oleh batu sebagai alat bersuci (‘illat). 4. Hukum adalah boleh atau tidaknya benda-benda yang belum ditentukan hukumnya untuk memiliki kesamaan hukum dengan batu. 

Kita menemukan ukuran yang pasti sekarang. Selain batu diperbolehkan menjadi alat bersuci dari kotoran kencing maupun berak, selama belum menemukan air dan batu. Kita juga dapat mengamati untuk menemukan benda-benda lain selain tisu, ranting dan dedaunan kering yang dapat digunakan dengan cara mengikuti prosedur atau tata cara seperti penggunaan batu. ingat....! ini hanya digunakan dalam keadaan tidak ada air yang digunakan untuk bersuci. 

KESIMPULANNYA
Diperbolehkan menggunakan benda padat selain batu dengan syarat memiliki kriteria:
 a) Suci 
b) Padat dan kering. 
c) Mampu menyerap, menghilangkan, dan membersihkan. 
d) Bukan benda yang dihormati dan sangat dibutuhkan.


HIKMAH DALAM PENGGUNAAN ALAT-ALAT BERSUCI
1. Bersuci Dan Menjaga Kelangsungan Hidup Manusia
Tahukah kita, seringkali secara sadar dan tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya, bersuci dilakukan dengan menggunakan air yang berlebihan. Kita juga sering melihat, kran air di masjid atau mushalla di biarkan terus mengalir dan di tinggalkan begitu saja oleh orang yang telah selesai bersuci. Terlihat pula, tutup kran tidak ditutup rapat, sehingga air terus menetes atau merembes.
Pernahkah kita mengamati, berapa volume air yang terbuang sia-sia? Bagaimana dampaknya terhadap kelangsungan persediaan air bersih yang mencukupi kebutuhan? Apakah perbuatan menyia-nyiakan air sesuai dengan ketentuan Islam? 

”Air bersih adalah sumber kehidupan” adalah ungkapan yang pasti benarnya. Semua makhluk hidup, terutama manusia membutuhkan air dalam volume yang paling banyak dibanding makhluk hidup lainnya. Jika muncul krisis ketersediaan air bersih yang diakibatkan oleh pemborosan penggunaan air, maka manusia adalah makhluk yang paling berdosa dan paling merasakan dampaknya. 
Sumber-sumber penyediaan air bersih baik dari mata air pegunungan, penyulingan air sungai atau bengawan, dan penyulingan air waduk mengalami penuruan debit yang luar biasa, akibat muslim kemarau.

2. Bersuci Dan Menjaga Kelangsungan Hidup Ekosistem
Menggunakan air bersih untuk bersuci dengan tidak boros menjadi bagian dari bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Keberlangsungan kehidupan manusia akan terjaga, karena pasokan air bersih digunakan secara tepat. Apalagi, ditengah kondisi keterbatasan sumber-sumber air bersih, karena surut dan mengeringnya mata air, sungai, dan waduk penampungan di berbagai wilayah di Indonesia. 
Berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan air bersih dapat dicegah sejak dini. Resiko kematian banyak manusia pun dapat dihindari, karena kehati-hatian manusia dalam menggunakan air untuk bersuci. Kesimpulannya, menggunakan air secara tepat berarti sama dengan menjaga kelangsungan hidup kita dan masyarakat secara menyeluruh. 
Penggunaan air bersih untuk bersuci secara tepat juga memberikan jaminan terhadap kelangsungan ekosistem di sekitar kita. Tumbuhan dan hewan dengan segala jenisnya pasti membutuhkan air untuk menjaga hidupnya. Sama seperti manusia, jika keduanya mengkonsumsi minuman yang tidak sehat juga berpotensi terkena penyakit, termasuk penyakit yang menular. Kondisi ini sangat membahayakan kehidupan, karena keduanya menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia. Bagaimanakah jika ternyata manusia mengkonsumsi sayuran dan ikan yang penuh dengan penyakit?.


Thursday, July 16, 2020

BAB 1 IMAN KEPADA HARI AKHIR BAGIAN 1

A. PENGERTIAN BERIMAN KEPADA HARI AKHIR
Beriman kepada hari akhir adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa suatu saat alam semesta dan seisinya akan hancur dan berakhir. Kehidupan selanjutnya di alam akhirat. Kehidupan akhirat tiada pernah berakhir. Kehidupan dunia hanya sementara. Dunia hanya tempat menguji manusia apakah manusia mau berbuat baik atau tidak. Jika manusia selama hidup di dunia mau beribadah kepada Allah Swt. dan mau berbuat baik karena Allah Swt., maka kelak di akhirap akan bahagia yaitu masuk surga. Begitu sebaliknya, jika manusia selama hidup di dunia tidak mau beribadah kepada Allah Swt. dan enggan berbuat baik, maka akan mengalami kesengsaraan dan siksaan yaitu masuk neraka.

3 (tiga) golongan yang berpendapat tentang hari akhir sebagai berikut: 
1. Golongan atheis, yaitu golongan manusia yang mengingkari atau tidak mempercayai adanya hari akhir, juga disebut mulhid (tidak mempercayai adanya tuhan). 
2. Golongan agama ardli, yaitu golongan manusia yang mempercayai adanya reinkarnasi yaitu penjelmaan roh manusia. Golongan agama ardhi yaitu golingan agama yang dibuat oleh manusia. 
3. Golongan agama samawi, yaitu golongn manusia yang mempercayai adanya hari akhir dan adanya kehidupan akhirat. Golongan ini dianut oleh pemeluk agama yang berasal dari Allah Swt.)

B. DALIL BERIMAN PADA HARI AKHIR
 1. DALIL AQLI 
Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini. Begitu pula alam semesta dan segala isinya akan mengalami kerusakandan kehancuran. Sesungguhnya yang kekal hanyalah Allah Swt. Semua makhluk ciptaan Allah tidak ada yang abadi, termasuk dunia ini. Oleh karena itu sangatlah masuk akal jika suatu saat nanti dunia ini akan mati, hancur, dan berakhir. Itulah yang disebut hari akhir. 
Para pakar ilmu pengetahuan mengaakan bahwa matahari sebagai sumber energi dalam bentuk bola api yang sangat besar dan sangat panas suatu saat akan kehilangan cahayanya. Mula-mula ditandai dengan keadaannya yang semakin mengecil karena setiap detik matahari kehilangan beratnya sekitar 4.000.000 ton. Lalu habis dan jelaslah gelap gulita alam semesta beserta isinya, termasuk bumi yang kita tempati. Di sinilah alam semeste mengalami kehancuran yang disebut hari akhir (hari kiamat).

2. DALIL NAQLI
QS. al-A’raf:187
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ۚ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً ۗ يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

187. Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
QS. al-An’am: 134
إِنَّ مَا تُوعَدُونَ لَآتٍ ۖ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ

134. Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti datang, dan kamu sekali-kali tidak sanggup menolaknya.
QS. al-Hajj:7
وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ

7. dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.
QS. Thaha: 15
إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَىٰ

15. Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.

C. MACAM-MACAM ALAM GAIB YANG BERHUBUNGAN DENGAN HARI AKHIR
Alam-alam gaib yang berhubungan dengan hari akhir adalah alam-alam gaib yang harus dilewati manusia setelah kiamat datang yang dimulai dari alam barzakh sampai hari pembalasan (surga atau neraka). 
1. Alam Barzakh 
Yaitu alam kubur tempat manusia meninggal dunia. Di dalam alam kubur jika manusia yang telah meninggal dunia diperlihatkan dengan kedamaian, kesejukan, keindahan, dan segala kebahagiaan-kebahagian lainnya, maka pertanda manusia itu di hari akhir kelak akan masuk surga. Tetapi sebalikna jika manusia yang telah meninggal dunia di alam kubur ditampakkan oleh berbagai macam penderitaan dan siksaan, maka menandakan di akhirat manusia itu akan masuk neraka. 
2. Yaumul Ba’ats 
Yaitu hari bangkit manusia dari alam kubur. Pada hari itu semua manusia yang telah meninggal dunia jasadnya diutuhkan lagi seperti sedia kala meskipun sudah meninggal dunia berabad-abad lamanya. Lalu manusia digiring ke suatu tempat yang disebut Padang Mahsyar. 
3. Yaumul Hasyr 
Yaitu hari digiringnya manusia ke Padang Mahsyar setelah dibangkitkan dari kubur. Di Padang Mahsyar manusia dikumpulkan untuk dimintai pertanggungjawaban amal perbuatannya selama hidup di dunia. Malaikat pencatat perbuatan manusia akan menunjukkan kepada masing-masing orang atas izin Allah Swt. Tidak ada catatan yang salah apalagi catatan bohong karena selalu diawasi oleh Allah Swt. 
4. Yaumul Hisab 
Yaitu hari dikumpulkannya manusia di Padang Mahsyar untuk dihitung amal perbuatannya selama hidup di dunia. Semua anggota tubuh akan bicara sendiri tanpa disuruh dan tanpa ditanyai. Malaikat sebagai pengawas ketika semua anggota tubuh bicara untuk mempertanggugjawabkan perbuatan manusia yang memilikinya. 
5. Yaumul Mizan 
Yaitu hari dikumpulkannya manusia di Padang Mahsyar untuk ditimbang amal perbuatannya selama hidup di dunia. Sebagaimana saat dihitung amal perbuatanmanusia, semua anggota tubuh juga berbicara sendiri-sendiri melaporkan atas apa perbuatan yang telah dilakukan oleh si empunya selama hidup didunia. 
6. Sirath 
Yaitu jalan menuju surga. Sirath sering disebut sebagai jembatan sirathal mustaqim. Bagi manusia yang beramal baik berjalan lewat sirath akan sampai ke surga. Bagi yang beramal buruk jalannya tidak sampai ke surga tetapi jatuh ke jurang neraka. 
7. Yaumul Jaza (Hari pembalasan) 
a. Surga 
Surga adalah sebutan sebuah tempat yang penuh kenikmatan dan kebahagiaan di hari akhir. Surga disediakan bagi orang-orang yang takwa kepada Allah SWT. Gambaran kenikmatan di surga sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Swt. :
QS. Hud: 108
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ

108. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.
b. Neraka 
Neraka adalah sebutan sebuah tempat yang penuh penderitaan dan siksaan di hari akhir. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang durhaka dan mengingkari hukumhukum Allah Swt.. Gambaran penderitaan di neraka diterangkan dalam firman Allah SWT. 
Q.S. Hud: 106
فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ

106. Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih),

D. TANDA-TANDA ADANYA HARI AKHIR
1. Tanda Sughra (Tanda-tanda kiamat suhgra) 
Maksudnya tanda-tanda hari akhir yang dapat kita saksikan di dunia ini, antara lain: 
a. Rusak/ hancurnya sesuatu di dunia ini/ Kematian Kemaksiatan b. Banyak orang tidak tahu malu sehingga berbuat maksiat tidak merasa dosa/ salah/ malu 
c. Banyak masjid megah tapi hanya sedikit jamaah 
d. Semakin banyak generasi muda dalam pergaulan bebas 
e. Banynak yang durhaka kepada orang tuanya 
f. Semakin banyak laki-laki berpenampilan seperti perempuan atau perempuan berpenampilan seperti laki-laki 
g. Ilmu agama sudah diabaikan
 h. Korupsi meraja lela dan hidup bermegah-megan
 i. Semakin sedikit perlaku orang yang mencerminkan Akhlak Al-Qur'an
j. Banyak berdatangan di majlis ta’lim tetapi yang didapat hanya kumpul-kumpul saja.
k. Banyak orang yang enggan mengaji dan mengkaji ilmu agama 
l. Banyak orang yang hanya memikirkan kepentinga duniawi saja 
m. Menghambur-hamburkan harta dan enggan bershadaqah 
n. Menggunakan media sosial tidak pada tempatnya (menggunakan untuk hal-hal yang tidak ada manfaatnya bahkan untuk maksiat). 

2. Tanda Kubra (Tanda-tanda kiamat kubra) 
Maksudnya tanda-tanda yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt. dan akan terjadi pada saat mendekati hari akhir, antara lain: 
a. Turunnya Dajjal 
b. Turunnya binatang melata yang aneh 
c. Matahari terbit dari sebelah barat (tempat terbenamnya, berlawanan dengan tempat terbitnya) 
d. Keluarnya gas beracun dari semua sudut bumi 

E. PERILAKU YANG MENCERMINKAN BERIMAN KEPADA HARI AKHIR 
Orang yang mempercayai adanya hari akhir akan menampakkan perilaku yang dapat dipertangngjawabkan. Perilaku orang beriman kepada hari akhir antara lain: 
1. Menjaga pikiran, sikap, dan perilaku dari akhlak tercela seperti; su’uzan, hasad, dendam namimah, tamak , dan sebagainya, Sebaliknya memupuk perilaku dari akhlak terpuhi seperti: husnuzan, bertanggungjawab, amanah, dan sebagainya. 
2. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Memantapkan keimanan terhadap Rukun Iman, beribadah dan beramal shalih berdasarkan Rukun Islam kecuali haji bagi yang mampu saja. 
3. Memperbanyak zikir dan bershalawat 
Berzikir untuk mengingat Allah Swt. dan mohon ampun atas kesalahan-kesalahan. Bershalawat untuk menyanjung dan mendoakan Rasulullah Muhammad Saw. sebagai rasa kecintaan kepada Nabi Saw. dan agar kelak kita mendapat syafaat di hari kiamat. 
4. Selalu membaca Al-Qur’an 
Sebagai orang yang beriman kepada hari akhir semestinya selalu membaca dan mengkaji ayat-ayat al-Qur’an selain untuk menambah pahala juga sebagai pengingat kelak dunia dan seisinya akan berakhir dan al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia juga bercerita tentang hari akhir. 
5. Bergaul dengan orang-orang shalih. 
Dengan siapa kita berteman dapat menandakan akhlak kita seperti apa. Jika kita berteman dengan orang shalih berarti kita termasukorang yang shalih. Begitu sebaliknya. Berarti teman dapat mebawa kita ke arah baik atau buruk. Maka hati-hati dalam memilih teman. 
6. Mengembangkan potensi diri 
Setiap orang memiliki potensi yang berbeda. Selama potensi itu baik, maka perlu dikembangkan agar lebih bermanfaat bagi diri sendiri dan mungki bagi orang lain. Pandai memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan yag positif dan gemar berlatih adalah cara mengembangkan potensi diri. 
7. Memupuk tali persaudaraan dan silaturrahmi
Zaman sudah akhir dan suatu saat akan terjadi hari akhir. Memupuk tali persaudaraan sangat dibutuhkan. Bersaudara menandakan ada satu rasa, satunya senang yang lain ikut senang, yang satu sedih yang lainnya ikut sedih. Bersaudara jauh dengan sifat pemusuhan. Memupuk tali silaturahmi adalah cara terbaik untuk memperkuat persaudaraan. Silaturrahmi akan melancarkan rezeki dan memanjangkan umur.

BAB I BERSUCI PART 1

BAB I
MENJAGA KELANGSUNGAN HIDUP MANUSIA DAN LINGKUNGAN MELALUI PENGENALAN ALAT-ALAT BERSUCI

A. BERSUCI
1. Pengertian Bersuci
Bersuci dalam bahasa Arabnya disebut dengan thaharah (الطهارة .( Menurut arti bahasanya bermakna bersih dan suci dari segala jenis kotoran, baik berupaka kotoran tampak mata seperti kencing dan lainnya maupun yang tidak tampak mata, sebagaimana maksiat dengan berbagai bentuknya. Sedangkan arti dalam istilah fikih, thaharah memiliki arti bersih dan suci dari najis dan hadats. 

2. Perbedaan Bersuci dan Membersihkan
Kita sebagai manusia dan makhluk sosial setiap hari selalu membersihkan diri. Setidaknya, manusia mandi dua kali dalam sehari semalam, pagi dan sore hari. Sering pula melakukan pembersihan dalam bentuk lainnya, seperti membasuh muka pada saat terkena debu, kaki yang baru saja berjalan di tempat yang becek, dan selesai makan membasuh tangan.
Semua perbuatan membersihkan di atas bukanlah bersuci dalam pengertian fikih. Membersihkan diri mengacu pada kehendak pribadi kita sebagai pelaku, seperti dengan cara membasuh muka berkali-kali, karena dirasakan rasa panas akibat terkena terik matahari masih terasa dan banyaknya debu yang masih menempel. Sedangkan bersuci dan tata caranya harus mengacu dan mengikuti ketentuan Allah SWT melalui Rasulullah SAW dan dijelaskan lebih mendalam dan terperinci oleh ulama-ulama fikih. 

Tujuan membersihkan diri dan bersuci juga berbeda. Membersihkan diri untuk membersihkan kotoran yang melekat dan mengikuti pola hidup sehat. Bersuci bertujuan agar ibadah yang dilakukan di terima, seperti shalat yang tidak akan diterima di sisi Allah SWT, jika pelakunya tidak dalam keadaan suci. Meskipun demikian, tanpa menjadi tujuan, bersuci dengan sendirinya juga akan mengantar pelakunya bersih dari kotoran dan berpola hidup sehat. 

Kesimpulannya adalah, ”bersuci sudah pasti menyertakan perbuatan membersihkan diri, tetapi membersihkan diri belum tentu termasuk bagian dari bersuci”. 

3. Dasar Hukum Bersuci
 a) Dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
 إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orangorang yang mensucikan diri“ (QS. Al-Baqarah (1): 222) 
b) Allah SWT juga berfiman: 
فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Artinya: “Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah mencintai orang-orang yang bersih“ (QS. Al-Taubah (9): 108)

Ayat al-Qur’an di atas memiliki kesamaan kandungan yang sangat erat dengan bersuci. Allah SWT menyukai orang yang membiasakan dan selalu membersihkan diri dengan bersuci, baik badannya, pakaian yang melekat pada tubuhnya, dan lingkungan sekitarnya. Allah Swt juga memerintahkan agar setiap muslim menjadi contoh bagi orang lain, baik keberhasihan yang bersifat dhahir maupun batin. 

B. KEDUDUKAN AIR DALAM BERSUCI
1. Air Sebagai Alat Bersuci
Alat yang paling utama adalah bersuci adalah air. Namun tidak semua air dapat digunakan sebagai alat bersuci. Untuk mengetahui air yang dapat digunakan bersuci, maka kita harus mengetahui air di tinjau dari pembagiannya dan ditinjau dari segi hukum penggunaannya.

2. Pembagian Air Ditinjau dari Tingkatanya

a. Air Mutlak
Air mutlak di sebut juga dengan Air suci dan mensucikan adalah air yang jatuh dari langit atau bersumber dari bumi. Air Mutlak dapat digunakan sebagai alat mensucikan benda-benda lain dengan syarat ketiga sifat yang dimilikinya (warna, rasa, dan bau) tidak mengalami perubahan.
 7 (tujuh) katagori air yang termasuk air mutlak.
a) Air Hujan 
(QS: Al-Anfal (8): 11)
وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ
dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu
dan QS: Al-Furqan(25): 48. 
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
”Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih” 

b) Air Laut
Berdasarkan Hadits dari Abu Hurairah RA, ia berkata: ”Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Wahai Rasulullah, kami berlayar mengarungi lautan dan hanya membawa sedikit air. Jika kami menggunakannya untuk berwudhu, kami akan mengalami dahaga. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut? 
” Rasulullah menjawab: هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ، الحِلُّ مَيْتَتُهُ. 
Artinya: ”Air laut itu suci, dan bangkai (yang terdapat didalamnya) halal (dimakan)” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i).

c) Air Sungai 
”Bagaimana pendapat kalian, seandainya di depan pintu masuk salah seorang diantara kalian ada sungai, kemudian ia mandi di sungai itu lima kali dalam sehari, apakah masih ada kotoran (yang melekat dibadannya? Para shahabat menjawab " tidak ada kotoran yang melekat di badannya" lalu Rasulullah menimpali, " hal itu semisal sholat lima waktu yang membersihkan dari segala kesalahan) (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

d) Air Sumur
”Sesungguhnya air (sumur bidha’ah) adalah suci, tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu apapun” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i)

e) Mata Air 
Mata air adalah air yang keluar dari tanah, air ini bersih dan mensucikan. bisa digunakan untuk bersuci.

f) Air Embun
Air yang turun dari langit berupa butiran air kecil saat pagi hari air ini juga bisa digunakan bersuci

g) Air Es/Salju
Air yang berada di tempat dengan suhu udara dibawah 0. air akan membeku ketika mencair maka bisa digunakan untuk bersuci. ini salju alami bukan salju buatan dari lemari es.

Kesimpulan dari air mutlak adalah air murni yang turun dari langit atau keluar dari bumi. Mengapa bisa dikatakan air Mutlak? Air mutlak berarti air tersebut secara bahasa juga dinamakan air walaupun berbeda tempat berbeda wadah. Tidak ada tambahan nama apapun, walau itu ada di tanah, di botol atau di gelas namanya tetap air. itulah air mutlak.

b. Air suci Namun Tidak Mensucikan 
Air suci yang tidak mensucikan bagi benda lain adalah air yang hanya memiliki sifat suci saja dan tidak terkena najis. Jenis air ini terbagi menjadi tiga, yaitu: 
1) Air suci bercampur dengan benda yang suci, sehingga menyebabkan berubahnya salah satu sifat air (warna, rasa, dan bau) dan menghilangkan sifat mensucikan benda lain yang sebelumnya dimiliki oleh air. 
Contoh minyak melati, kuah soto, air sirup dan air teh. Semuanya menyertakan air yang suci dan mensucikan. Kesucian air yang ada di masing-masing tetap terjaga, namun tidak lagi mensucikan. Warna, rasa, dan baunya tidak lagi seperti semula. Rasa air dalam minyak melati tawar dan pekat, kuah soto menjadi asin dan sedap, dan adonan kue menjadi manis rasanya. 

2) Air Musta’mal yaitu air yang sedikit ukurannya atau kurang dari 2 (dua) kullah dan bekas pakai untuk menghilangkan najis maupun hadats.Dua kullah sama dengan 10 s/d 15 tin yang dapat disetarakan dengan kurang lebih 270 liter air. Kolam penampuan yang berbentuk persegi empat, maka dua kullah air diukur dari debit kolam yang ukuran panjang, lebar, dan kedalamannya adalah 1,05 hasta yang sedang. Satu hasta kurang lebih setara 45 cm, sehingga panjang, lebar, dan kedalaman masing-masing berukuran sekitar 56 cm. Kolam penampungan yang melingkar, maka dua kullah sama dengan debit air yang tertampung di kedalaman dua hasta (90 cm) dan diameter lebarnya satu hasta (45 cm).

3) Air yang keluar dari tumbuh-tumbuhan, baik yang mengalir dengan sendirinya atau sengaja di buat. Buah-buahan yang segar biasanya memiliki kadar air yang tinggi seperti buah kelapa, semangka, melon, ketika dibelah air akan menetes dengan sendirinya. Bagi orang yang kehabisan bekal air di hutan belantara, terkadang menebang pohon yang memiliki kadar air tinggi untuk diminum. 

c. Air Mutanajjis 
Air mutanajjis adalah air dalam volume yang sedikit dan terbatas, yang terkena atau bercampur dengan benda-benda najis dalam berbagai tingkatannya (mukhaffafah, mutawassithah, dan mughaladhah).
 Air jenis ini terbagi kedalam dua bagian:
1) Air dalam jumlah sedikit yang mensucikan dan kejatuhan najis, tetapi sifat-sifatnya (warna, rasa, dan baunya) tidak berubah. 
2) Air dalam jumlah sedikit yang mensucikan dan kejatuhan najis, namun salah satu sifatnya menjadi berubah. 

Sedangkan air suci yang volumenya sangat banyak dan kejatuhan najis tapi tidak berubah dari ketiga sifatnya ( warna, rasa, dan baunya) maka tetap tergolong air suci dan mensucikan. contoh air danau yang kejatuhan kotoran burung, maka tetap suci dan mensucikan, karena tidak merubah sifat-sifat air.